Malam makin meninggi. Tinggalkan penghuni bumi yang masih bergelut dalam mimpi-mimpi panjangnya. Bermimpi tentang kekuasaan. Bermimpi tentang indahnya kekuasaan. Sementara mentari mulai terbangun dari mimpi panjangnya yang indah untuk sinari penghuni bumi yang masih tetap bermimpi panjang.

Kokok ayam pun mulai bersahutan. Nadanya riang gembira beriringan dengan datangnya sinar mentari. Suara azan dari masjid telah terdengar merdu. Menusuk kalbu. Ingatkan hidup dan segala dosanya. Serahkan diri dan bersujud mohon ampun kepada Sang pencipta.

Irama masih terjaga. Tak ada rasa kantuk sedikit pun dirasakannya pagi menjelang. Matanya terus mendelik pada surat berwarna coklat yang tergeletak dimeja kerjanya. Isi surat itu membuat otaknya terus bekerja sepanjang malam. Rasa kantuk pun tak terasa hingga sinar mentari telah menorobos masuk dalam rumah kehidupan.

Irama adalah birokrat muda di Kabupaten Lilot. Usianya baru mencapai angka 45. Jabatannya terus menanjak. Dimulai sebagai birokrat yang mengabdikan diri di kelurahan. Hingga kini kepala dinas dijabatnya. Sebuah jabatan yang bergengsi dan banyak diburu para pemburu amanah di Kabupaten Lilot. Bahkan ada yang untuk mengincar jabatan kepala dinas rela menjual harga diri kepada pimpinan daerah dengan menawarkan berbagai kemudahan kepada keluarga pimpinan daerah. Termasuk memanjakan pimpinan daerah dalam soal proyek dan kegiatan di dinas yang mareka pimpin.

Sebagai putra daerah, Irama adalah salah satu putra terbaik di Kabupaten Lilot. Lulusan sebuah perguruan tinggi negeri terkemuka di Jawa, membuat pria satu putra ini diprediksi sebagai kandidat pemimpin masa depan Kabupaten Lilot. Dimasa masih berstatus sebagai mahasiswa, Irama adalah aktivis kampus ternama itu. bahkan diera reformasi dirinya bersama dengan sejumlah mahasiswa negeri ini ikut menurunkan pemimpin era orde itu yang tak tahu diri dalam biusan kekuasaan.

Kepiawaiannya dalam bekerja dilegitimasi banyak pihak. Berbagai predikat dan prestasi diraihnya. Beberapa kali Kabupaten Lilot mendapat penghargaan dari pemerintah pusat atas prestasi dinas yang dipimpinnya sebagai pemimpin dinas, Irama dikenal sebagai pemimpin  yang bekerja sesuai dengan standar operasional dinas berikut perangkat pendukungnya berupa UU, peraturan pemerintah dan Perda serta Perbup. Tak heran Irama adalah satu-satunya pemimpin dinas yang berani bersuara lantang dan berbeda pandangan dengan pemimpin kabupaten. Kepiawaian dalam bidang kerjanya selalu diwariskan kepada para bawahannya untuk bekal dalam bekerja. Tak heran banyak bawahannya merasa senang dan bahagia bekerja bersama Irama. Banyak ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan dari Irama.

“Selama sesuai aturan dan perundang-undangan yang berlaku kita tak pernah surut dalam memperjuangkan kebenaran, Dalam bekerja kita selalu tunduk dengan aturan dan bukan dengan pemimpin kabupaten,” ujarnya saat memprovokasi semangat bawahannya. ”Dan ingat,” lanjut Irama kita ini bekerja untuk negara, bangsa dan masyarakat. Bukan untuk pemimpin yang mengangkat kita. Kalau pemimpin menyuruh kita bertindak diluar ketentuan, maka jangan dijalankan. Kalau pemimpin mengamanahkan jabatan tidak sesuai dengan kompetensi, pengalaman dan pendidikan kita, maka harus kita tolak. Harus kita tolak karena itulah penyebab kita akan ke bui,” jelas Irama dengan suara lantang bernada patriotisme Bawahannya terdiam. Membisu seribu bahasa. Seakan mengiyakan nasehat pemimpinnya.

Dimata tetangga lingkungan tempat tinggalnya, Irama adalah anggota masyarakat yang baik dan gampang bergaul tanpa mengenal kasta. Jabatan sebagai Kepala Dinas tak pernah diumbarnya di hadapan masyarakat sekitar. Bahkan mobil dinas pun tak pernah Irama bawa pulang ke rumah. Dan setiap ditanya alasan mobil plat merah tak pernah dibawa pulang, Irama dengan tegas menyatakan bahwa mobil itu hanya untuk keperluan kantor.

”Mobil itu milik kantor dan untuk kegiatan operasional kantor. Kalau saya menggunakan mobil itu untuk kepentingan saya pribadi dan keluarga maka saya telah menyalahgunakan kewenangan. Dan itu korupsi,” tegasnya.

Bagi kawan-kawan seperjuangan, Irama adalah sosok sahabat yang susah diajak kompromi dan berkolaborasi dalam bisnis. Tak heran banyak sahabat-sahabatnya enggan bersentuhan dengan kegiatan dan proyek di dinas yang dipimpin Irama.

“Irama itu orangnya lurus dan tidak neko-neko. Susah diajak kompromi dalam proyek. Baginya dalam proyek tak ada istilah teman. Semuanya diperlakukan sama sebagai kontraktor. Jangan harap ada kemudahan dari Irama walaupun saya ini teman dan sahabatnya sejak masih di bangku sekolah dasar,” cerita Roy sahabatnya sejak kecil.

Namun kalau sahabat dan teman-temannya dalam kesusahan, maka Irama tanpa segan-segan membantu. Tak terhitung anak sahabatnya yang dibiayainya dalam menempuh pendidikan. Demikian pula ketika ada sahabatnya yang mendapat musibah, maka uluran tangan Irama selalu datang.

”Kawan-kawan harus bisa membedakan posisi saya. Sebagai sahabat saya akan membantu. Namun sebagai pimpinan dinas saya harus menegakkan aturan sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa diskriminasi kepada semua orang dan pihak tanpa terkecuali,” jelasnya kepada kawan-kawannya. Dan kawan-kawannya hanya diam membisu seribu bahasa atas penjelasan Irama.

Mareka sudah hafal dan paham dengan karakter tegas dari Irama.

Narasi patriotik yang disuarakannya, kini berbalik arah. Semangat merah putih yang selalu membara dalam jiwa raganya kini terusik. Keinginan pemimpin daerah untuk memberinya amanah sebagai kepala dinas yang tak sesuai dengan bidangnya menjadi awal malapetaka ini.

Sore itu menjelang jam pulang, dirinya dipanggil pemimpin daerah. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 30 menit itu, pemimpin daerah memintanya untuk menjadi kepala dinas yang bertentangan dengan displin ilmunya dan kontradiksi dengan bidang kerjanya selama ini. Namun kesantunan narasi pemimpin daerah membuatnya lunglai dan luluh. Terlelap dalam impian tak bertepi. Tergoda dalam diksi santun bermulut harimau yang siap menerkam.

”Ini adalah langkah untuk memuluskan Pak Irama sebagai kandidat Sekda daerah ini. Jabatan ini tak lama, Kita hanya mengikuti aturan saja,” dalih pemimpin daerah dengan nada santun.

‘Saya apresiasi kepercayaan Bapak. Namun saya tak bisa. Ini akan membuat kabupaten kita makin tertinggal dan bisa ditegur departemen Pak,” kilah Irama. Dan entah apa gerangan yang terjadi dalam pertemuan 30 menit di ruangan pimpinan daerah itu, Irama akhirnya bersedia menerima amanah sebagai kepala dinas baru itu.

Dan baru dalam hitungan hari, godaan dan godaan terus berdatangan. Mulut-mulut harimau berbulu domba terus menarasikan dirinya. Untaian nada-nada indah terus bersenandung dari berbagai pihak bak orkestra tanpa henti dan jeda. Siang dan malam handphonenya terus berdering bak nyanyian pelantun lagu tanpa harmonisasi nada. Maklum dinas yang dipimpinnya tergolong dinas superbasah. Intervensi demi intervensi terus bergelayut dalam perjalanannya sebagai kepala dinas baru itu. Datangnya dari berbagai penjuru mata angin. Silih berganti tanpa terbendung. Pemberontakan nuraninya hanyalah sia-sia. Ketidakmampuannya adalah sumber bencana itu. Dan hanya dalam 90 hari kerja. Surat pemanggilan dirinya sebagai tersangka pun diterimanya.

Irama harus menghadapinya seorang diri. Seorang diri tanpa sahabat dan buaian kata-kata apologi. Seorang diri menghadapi persoalan dan malapetaka. Pimpinan Daerah pun tak menggubris. Membiarkan Irama dengan permasalahannya.
Irama tersentak. Rabaan tangan mungil nan bersih menyentuh pundaknya. Dia menoleh. Istrinya tersenyum getir.

”Pak. Mareka sudah datang,” ujar istrinya lirih.

”Oh, iya.Bilang kepada mareka untuk menunggu. Saya mau mandi,” ujar Irama pelan.

Mentari mulai meninggi. Setinggi kecepatan mobil yang akan membawanya ke rumah penginapannya sementara. Rutan. Rumah tahanan yang terletak di ujung pinggirKota.

 

 

 

Rusmin

Toboali-Bangka Selatan.

 

BOM Cerpen


Untuk mengetahui info terbaru kegiatan Bom Cerpen,

follow Twitter @BOM_Cerpen atau

FB: Grup BOM Cerpen & Page BOM Cerpen