Cari

BOM CERPEN

Ledakan Generasi Sastra Indonesia!

Tag

BOM Cerpen

SAYAP HITAM (Prio Hari Kristanto)

Kata orang, kepakan sayapnya mampu mencabut jiwa manusia. Jiwa manusia yang dibebani kesedihan terdalam.

Di mana sayap hitam bertengger, raga berjatuhan. Malang benar nasib tetanggaku yang kaku sudah raganya di bawah kepakannya. Lanjutkan membaca “SAYAP HITAM (Prio Hari Kristanto)”

DARJEELING (Winaldo Artaraya Swastia)

Akhirnya, pikirnya, ia bisa duduk dengan tenang sambil menikmati teh panas tanpa gula. Darjeeling, begitu tulis label yang terikat tali pada kantong daunnya. Dari sakunya ia ambil sehelai sapu tangan bercorak garis-garis. Kuno, kuno sekali, pikirnya. Kemudian, saat ia melihat arloji kotak puluhan tahun yang sedikit retak di pinggirnya, ditatapnya refleksi wajah, khususnya rambut di kepalanya yang hitam keputihan di dekat-dekat akarnya. Berminyak, klimis, kata orang sekarang. Tua, tua sekali, pikirnya lagi. Baca selengkapnya di sini

MEMORABILIA 8 FEBRUARI (Winaldo Artaraya Swastia) & RINDU YANG MEMBAWAMU PULANG (Ario Sasongko)

Salam Sejahtera Kamerad,

Sebuah kumpulan cerpen karya salah seorang dewan BOM Cerpen, Winaldo Artaraya Swastia, telah diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama pada November 2014 lalu. Sedangkan, pada November 2015 ini, sebuah novel karya dewan BOM Cerpen lainnya, Ario Sasongko, diterbitkan oleh penerbit Gagas Media.

Bagi mereka, proses penerbitan ini tidak lepas dari akivitas mereka menulis untuk BOM Cerpen. Lewat keharusan para dewan untuk ikut berkontribusi di BOM Cerpen dengan konsisten menulis cerpen, mereka merasa gaya penulisan, sensitivitas, serta ketajaman bertutur ikut terlatih. Alhasil, cita-cita keduanya untuk menjadi penulis pun tercapai.

Oleh sebab ini, kami sangat berharap Kamerad mau terus berkontribusi di BOM Cerpen. Selain dapat melatih kemampuan kepenulisan lewat karya dan komentar para dewan, rutinitas ini juga diperlukan bagi visi kita bersama: MELEDAKKAN KEJAYAAN SASTRA INDONESIA!

Tetap semangat dan terus berkarya!

 

Salam sastra,

Dewan BOM Cerpen


Dapatkan kedua buku karya dewan BOM Cerpen tersebut melalui link di bawah ini:

  1. MEMORABILIA 8 FEBRUARI (Gramedia Pustaka Utama), Sebuah Kumpulan Cerpen karya Winaldo Artaraya Swastia; dapatkan di sini.
  2. RINDU YANG MEMBAWAMU PULANG (Gagas Media), Sebuah Novel karya Ario Sasongko; dapatkan di sini.

Al-Ar

Featured post

CERITA TENTANG GUNUNG DAN LAUT (Mustika Anisa)

Buatmu, laut hamparan kebebasan. Ombak bergejolak tanpa pernah takut untuk terbentur. Pasang surut bergantian tanpa pernah berselisih. Dan karang, penjaga yang tangguh, meski ombak atau kapal-kapal yang karam itu membenturnya.

Kamu selalu bilang, pantai adalah rumah kebahagian. Tempat tawa pecah bersama ombak. Tempat cerita suka cita berkumpul bersama butiran pasir. Tempat letih tenggelam dengan indah di ujung cakrawala bersama jingga senja.

Kamu memang bagian dari laut. Kamu adalah air yang tak pernah tenang. Selalu bergerak mencari cerita, tanpa ingin dibatasi oleh elemen lain. Kamu adalah kedalaman yang penuh cerita tentang hidup yang tak pernah tertidur. Kamu adalah cerminan cakrawala, terbentang tak berujung. Meski terkadang orang bilang pantai adalah ujung, tapi buatmu pantai hanyalah tempat singgah. Tempat di mana kebahagian berkumpul.

Baca selengkapnya di sini

BANGKU TERAKHIR SETELAH MALAM (Ario Sasongko)

Foto karya Mustika Anisa
Foto karya Mustika Anisa

“Kamu Nata, ya?”

Tiba-tiba saja seorang pramusaji menanyakan itu setelah mendengar menu yang Nata minta. Dengan hanya menyediakan dua menu, ia memang tak perlu mencatat menu pesanan pengunjung. Nata mengerutkan dahinya, ia belum pernah bertemu orang asing yang tiba-tiba saja mengenali dirinya. Pramusaji ini seorang perempuan, sepertinya beberapa tahun lebih muda dari Nata. Rambutnya ikal diikat ke belakang. Ia mengenakan apron cokelat dengan motif kotak-kotak.

“Ya, benar. Bagaimana kau tahu namaku?”

“Aku sering membaca tulisan di websitemu. Bajingan.” Baca selengkapnya di sini

KOH ASUN JADI PEMIMPIN (Rusmin Sopian)

Kampung kami gempar. Penyebabnya, keinginan salah satu warga bernama Koh Asun yang berniat untuk maju sebagai kandidat Kepala Kampung dalam pemilihan kepala kampung yang akan diadakan bulan ini. Setiap hari, semua warga menceritakan niat baik Koh Asun itu dengan narasinya masing-masing. Tak ada lagi bahan perbincangan di Kampung kami saat ini selain cerita tentang Koh Asun ingin menjadi Kepala Kampung. Dalam setiap pertemuan, kumpul-kumpul, semua warga kampung membicarakan tentang wacana Koh Asun ingin jadi Kepala Kampung. Tiada hari tanpa membicarakan soal frasa Koh Asun ingin jadi Kepala Kampung. Beban hidup pun seakan hilang kalau sudah membicarakan soal frasa Koh Asun jadi Kepala Kampung. Baca selengkapnya di sini

PADA SEBUAH BUS KOTA (DEE HWANG)

IMG_20150909_213705
Foto karya Gelly Galelika

Melepas Oktober yang lamat, kita, adalah dua kepala yang duduk di dalam sebuah bus kota. Di bangku terdepan, saling bersebelahan, terdiam, terpaku menatap jalanan basah. Kataku, hujan baru saja mengguyur kota Lahat, yang kita tinggalkan di belakang beberapa menit lalu, mungkin untuk selamanya. Tidakkah kau pikir, hujan seakan turut menghapus jejak kita, membuka jalan yang kemudian dapat dilalui menuju kota baru? Baca selengkapnya di sini

PERAPIAN (Aulia Rachmah Putri)

Foto Karya Gelly Galelika
Foto Karya Gelly Galelika

Mereka bilang, jangan pernah masuk ke rumah itu jika kau belum benar-benar mendapat restu untuk tak pulang selamanya. Rumah dengan pagar hitam pekat yang tinggi menjulang itu berdiri begitu angkuh. Bangunan dari rumahnya menghadirkan sensasi mencekam—namun tetap mengundang— bagi siapa saja yang melihatnya. Ah… tenang saja, walau pun pagarnya tinggi, kau tetap dapat melihat bentuk rumah tersebut. Meski tak dapat kaulihat seutuhnya, tetap saja dapat kau lihat bagian depannya. Bagian depan rumah itu didominasi warna putih keabu-abuan. Jika kau perhatikan baik-baik, akan kau temukan sedikit retak menghiasi dinding. Tak lupa, dinding tersebut diberikan riasan berupa jendela-jendela kayu seukuran badan orang dewasa dan juga pintu depan dengan ukuran yang jauh lebih besar namun memiliki warna yang senada dengan jendela-jendela kayu seukuran badan orang dewasa tersebut: coklat tua. Dan terakhir, dapat pula kau lihat halamannya yang begitu luas. Halaman yang dipenuhi pohon-pohon, yang mampu menyejukkan mata siapa saja yang melihatnya. Baca selengkapnya di sini

ANAK AJAIB (Timothy Stevano Alang)

Ilustrasi Karya Gelly Galelika
Ilustrasi Karya Gelly Galelika

DIA terlihat seperti anak sang pekerja yang dilanda nestapa dalam film The Bicycle Thieves. Namanya Guntur, usianya baru 5 tahun, namun raut wajahnya sudah seperti orang berumur yang kehilangan harapan hidup. Aku tahu kenapa ia berwajah murung seperti itu, orang tuanya sedang bertengkar karena Ayahnya punya simpanan lain, mulut-mulut bangsat para guru wanita itulah yang membuatku tahu masalah Guntur. Di saat di mana ruang guru seharusnya menjadi tempat untuk berdiskusi tentang pelajaran atau rencana pendidikan para murid kedepan, para guru malah membicarakan keburukan para orang tua murid, telingaku pun mau tak mau terpaksa mendengar mulut mereka membicarakan hal-hal yang tidak mengenakan. Suatu ketika aku pernah mendengar seorang guru membicarakan tentang Ayah salah satu murid yang selingkuh dengan pasangan gay-nya, atau Ibu salah satu murid yang hamil di luar nikah dan mesti membesarkan anaknya yang tertular HIV AIDS. Jujur saja, aku bukanlah penikmat diskusi nista seperti itu, kalimat penghakiman yang mereka lontarkan selalu membuatku gusar dan muak. Kenapa orang selalu lebih suka menceritakan keburukan orang lain ketimbang menceritakan kebaikan orang lain? Baca selengkapnya di sini

INGIN MATI DI MASJID (Aksan Lukman)

Foto karya Gelly Galelika
Foto karya Gelly Galelika

Napas Pak Abdul tak beraturan, naik turun. Di rumahnya ia sendiri, sudah dua hari. Anaknya belum pulang dari melaut. Pak Abdul lelaki tua yang umurnya telah senja. Dua tahun sudah ia terbaring kesakitan. Kata orang-orang ia terkena penyakit karena terlalu sering menenggak minuman keras, bahkan hingga sekarang.

Jika menengok ke masa lalu, sikap Pak Abdul tak disenangi orang di kampungnya. Kerjanya hanya mabuk dan memajak nelayan-nelayan yang pulang melaut. Ia memaksa nelayan memberi sekeranjang ikan hasil melaut, atau kadang di tempat pelelangan ikan setelah nelayan menjual ikannya, Pak Abdul datang meminta setoran. Tak ada yang berani melawan. Semua orang tahu, Pak Abdul punya ilmu hitam, bisa membuat kepala orang lembek seketika. Baca selengkapnya di sini

SHABRINA (Rinandi Dinanta)

Foto karya Gelly Galelika
Foto karya Gelly Galelika

Untuk Yogya yang terkasih..

Dan terdengarlah dari pikiran gadis itu lagu-lagu yang sering ku nyanyikan dulu. Kacamata bingkai hitam, juga rambutnya yang diikat ke belakang miliknya, sedari tadi menari-nari pelan mengitari sepenjuru ruang. Malam ini ia bersinar merah. Terang sekali. Mungkin juga karena warna sepatu kanvas dan motif kemeja kotak yang menempel di tubuh kecilnya. Terdapat belasan lampu warna putih menyala di sudut-sudut dinding. Tapi sepertinya, mereka gagal bercahaya sedikit saja lebih menusuk pandangan mata dari rona wajahnya, dari senyum besar dan lebar, saat dia bercerita pendapatnya tentang lukisan pertama, kedua, serta lukisan ketiga. Baca selengkapnya di sini

SANG KORUPTOR (Rusmin)

Malam makin meninggi. Tinggalkan penghuni bumi yang masih bergelut dalam mimpi-mimpi panjangnya. Bermimpi tentang kekuasaan. Bermimpi tentang indahnya kekuasaan. Sementara mentari mulai terbangun dari mimpi panjangnya yang indah untuk sinari penghuni bumi yang masih tetap bermimpi panjang.

Kokok ayam pun mulai bersahutan. Nadanya riang gembira beriringan dengan datangnya sinar mentari. Suara azan dari masjid telah terdengar merdu. Menusuk kalbu. Ingatkan hidup dan segala dosanya. Serahkan diri dan bersujud mohon ampun kepada Sang pencipta.

Irama masih terjaga. Tak ada rasa kantuk sedikit pun dirasakannya pagi menjelang. Matanya terus mendelik pada surat berwarna coklat yang tergeletak dimeja kerjanya. Isi surat itu membuat otaknya terus bekerja sepanjang malam. Rasa kantuk pun tak terasa hingga sinar mentari telah menorobos masuk dalam rumah kehidupan. Baca selengkapnya di sini

PERJALANAN PANJANG (Putri PS)

Di kereta. Gadis kecil melongokkan kepalanya menatap jendela lebih dekat, mencoba mengukur jarak antara siang dengan malam melalui seberapa jauh perjalanan telah membawanya. Derit-derit besi rel yang bergesek dengan roda-roda kereta sehingga menciptakan panas, adalah bunyi yang disukainya melebihi alunan Nina Bobo orangtua. Baca selengkapnya di sini

NGEBOM: BERTEMU RADIAGA (Putri PS)

Aku telah duduk dengan pakaian terbaikku: terusan biru selutut dengan aksen renda-renda menggantung di sekitar leher dan dadaku. Rambutku yang memutih dan semakin tipis kubiarkan tersisir ke belakang. Kukuku terpotong rapi ujung-ujungnya, baru kubenarkan sendiri sore tadi. Meja makan dengan lilin dan dua gelas anggur putih dan sebuket mawar merah. Tak pernah seromantis ini sebelumnya. Hari istimewa seperti ini, perlulah kuperlakukan dengan istimewa.

“Kenapa terlambat?” tanyanya singkat. Senyum tetap berada pada letaknya, di wajah itu. Yang tampannya tak pernah tersangkalkan. Pertanyaan menghakimi dengan senyum seperti itu, seperti api yang dihanguskan oleh air. Baca selengkapnya di sini

NGEBOM: SENYAP (Lidya Pawestri Ayuningtyas)

Langit masih semerah saga.

Dulu Aliyah suka mengambil tebaran biji saga yang berserakan di halaman rumah. Terburai sepanjang jalan berbatu hingga ke sekolah. Sepulang sekolah ia suka memungutinya, menyimpannya di dalam stoples plastik bening, dan di rumah ia akan berkreasi dengan biji-bijian itu bersama lem, kertas, kardus, dan dedaunan kering. Membuat diary atau bingkai foto.  Kadang ia dan Mahar akan bermain congklak atau perang-perangan menggunakan biji-biji saga bersama tetangganya yang lain. Untuk itu mereka harus punya amunisi sestoples besar penuh berisi biji berwarna merah tersebut. Tapi itu dulu.

Aliyah menghela napas. Baca selengkapnya di sini

Blog di WordPress.com.

Atas ↑