Cari

BOM CERPEN

Ledakan Generasi Sastra Indonesia!

Tag

Mustika Anisa

CERITA TENTANG GUNUNG DAN LAUT (Mustika Anisa)

Buatmu, laut hamparan kebebasan. Ombak bergejolak tanpa pernah takut untuk terbentur. Pasang surut bergantian tanpa pernah berselisih. Dan karang, penjaga yang tangguh, meski ombak atau kapal-kapal yang karam itu membenturnya.

Kamu selalu bilang, pantai adalah rumah kebahagian. Tempat tawa pecah bersama ombak. Tempat cerita suka cita berkumpul bersama butiran pasir. Tempat letih tenggelam dengan indah di ujung cakrawala bersama jingga senja.

Kamu memang bagian dari laut. Kamu adalah air yang tak pernah tenang. Selalu bergerak mencari cerita, tanpa ingin dibatasi oleh elemen lain. Kamu adalah kedalaman yang penuh cerita tentang hidup yang tak pernah tertidur. Kamu adalah cerminan cakrawala, terbentang tak berujung. Meski terkadang orang bilang pantai adalah ujung, tapi buatmu pantai hanyalah tempat singgah. Tempat di mana kebahagian berkumpul.

Baca selengkapnya di sini

PUTIK GENI (Mustika Anisa)

Entah apa yang membawa kakiku melangkah perlahan memasuki lahan kenangan itu. Tadinya aku hanya sekedar melintasinya, barang mengingat sekerat luka dan duka yang telah berkarat. Ah, jalanan setapak ini dahulu terasa lebih lebar, dengan pohon bunga-bunga liar tersebar di sepanjang pinggirnya, serta beberapa pohon kresen yang membuat setapak lebih teduh. Dan di antara pepohonan itu, terdapat sebuah selokan serupa kali kecil, dengan air yang mengalir ke rawa di ujung gang masuk pemukiman kampung. Dulu ketika aku sedang melintasi jalan ini akan tersajikan pula aroma rumput dan dedaunan yang terhempas angin, serta beriring dengan gemercik air yang masih begitu jernih, sangat serasi dalam membentuk tenang. Meski nyatanya terkadang semua itu dapat hilang seketika, karena hadirnya lontaran busuk yang tiba-tiba berderap, meluap dari mulut-mulut munafik dengan kalap, mengganggu kesedihan dan kemarahan yang tengah terlelap.

Tetapi kini, rupanya waktu 15 tahun perlahan telah memakan dan merubah semua yang ada. Jalan setapak tak lagi luas, terasa semakin menjadi susut – kisut. Baca selengkapnya di sini

PENTAS HUJAN (Mustika Anisa)

Foto karya Gelly Galelika

“Kenapa sih kamu suka hujan?”

“Karena.. hujan menenggelamkan kita, dalam cumbu yang hangat.”

“Ngacok!” gumamku dalam hati. Ini yang tidak aku suka darinya, mencampur nafsu dengan romantisme hujan yang puitis, yang gamang di telingaku yang kritis. Bagiku bukan hujan yang menenggelamkan kita dalam cumbu, tetapi nafsu menggebu yang menyeret dengan candu. Baca selengkapnya di sini

PERCIKAN API: WEDI DADI BARA API ABU-ABU (Mustika Anisa)

Cerpen Grand Final lomba PERCIKAN API.


Kata ibu hanya ada satu hukuman yang bisa membuat mereka benar-benar musnah, ialah jilatan lidah api keseluruh tubuhnya. karena mereka – para anjing-anjing – itu kebal terhadap hukuman apa pun, yang hanya membuat mereka akan terus menjadi beringas, menjelma menjadi serigala buas. Mereka itu makhluk yang pesat berkembangnya, dan yang pasti bukan karena beranak pinak, tetapi melalui pembelahan pada sel otak mereka yang terinfeksi virus yang juga hampir mirip dengan rabies. Dan kata Ibu, rata-rata yang terinfeksi adalah mereka yang berasal dari kelas bawah, yang memiliki kemampuan penyeimbang antara otak berfikir dengan nurani dibawah rata-rata, lebih rendah dibanding para idiot. Ya, mungkin insting kebinatangan mereka yang membuat nurani begitu tipis keberadaannya. Ya, mereka memang binatang, ibu saja lebih sering menyebutnya dengan “Anjing”. Atau hingga lagu-lagu yang didendangkan oleh para seniman jalanan itu pun berlirik tentang mereka yang serupa binatang. Keserekahan, ketidakpuasan serupa apa yang menjadikan binatang itu tega dengan lancang membuat orang berjalan pincang. Bahkan mereka ialah binatang yang lebih dari seekor binatang. Keberadaan mereka sungguh tersebar di seluruh pelosok negeri ini. Baca selengkapnya di sini

Blog di WordPress.com.

Atas ↑